Para peneliti telah menemukan sistem otomatis baru yang dapat memperbaiki  dan sangat berarti dalam peramalan meletusnya gunung berapi, yakni dengan  melaksanakan pengukuran secara cermat bagaimana permukaan bumi yang berdekatan dengan gunung berapi berubah bentuk menjadi lipatan dan terangkat  sewaktu batuan cair dari dalam perut bumi mulai mendesak kepermukaan. Teknik ini  bersifat seketika / real-time  hingga memungkinkan para peneliti untuk mendapatkan pola yang  menunjukkan suatu letusan akan segera terjadi, ujar Paul Segall – seorang ahli geofisika dari Universitas Stanford – yang bersama beberapa peneliti lainnya menerangkan penemuan mereka dalam majalah ilimiah Science   edisi terbaru (Oktober 99).“Hal yang merupakan lompatan jauh ke depan,” ujar Tim Dixon, ahli geofisika dari Universitas Miami.Pendekatan konvensional guna memperkirakan letusan caranya dengan memperbandingkan besaran rekaman catatan. yang disebut dike, yaitu pergerakan   magma dan menentukan dampak yang terjadi.Teknik lama yang dikenal sebelumnya memakan waktu berhari-hari disamping pada waktu yang pengerjaannya  para ilmuwan mesti terus-menerus membandingkan data yang ada dengan apa yang terjadi pada pergerakan permukaan bumi. Segall dan rekan-rekannya berhasil mengembangkan peramalan yang lebih cepat berdasarkan penelitian atas keaktifan vulkanis di jasirah Izu Jepang.
Para peneliti menyebar peralatan penelitian di seputar gunung berapi guna mengukur pergerakkan ke atas atau terangkatnya muka tanah, termasuk tilt-meter   yakni suatu peralatan pertukangan kayu yang amat peka untuk mengukur ratanya permukaan. Sementara data dari antena Global Position System   yang permanen memasok data lokasi spesifik lokasi titik-titik bumi dalam besaran lintang, bujur, dan ketinggian.Tahun  lalu para peneliti menganalisa data monitoring dari serangkaian gempa bumi kecil yang diakibatkan oleh pergerakkan magma selama tahun 1997. ” Kami mengumpulkan data pengukuran tersebut dan merangkai menjadi suatu citra ditempat terjadinya dike  dan membayangkan melihat suatu film bagaimana dike bergerak sepanjang permukaan bumi…” ujar Segall. Ternyata mereka menemukan “kecocokan yang cukup berarti”  antara perkiraan peneliti dan dengan data seismograph, yang merupakan data sebenarnya dari apa yang terjadi.” Bagi para ahli vulkanologi boleh jadi merupakan hal yang sangat bermanfaat untuk mengetahui seberapa banyak magma yang bergerak sebelum magma mencapai permukaan bumi. Besaran itu akan memungkinkan para peneliti guna menghasilkan prakiraan tentang kemungkinan letusan yang akan terjadi,” ujar Dixon.  Selanjutnya Dixon mengungkapkan, bahwa teknik ini dapat diterapkan pada gunung berapi yang dimonitor dengan peralatan yang menghasilkan data seperti monitoring yang umum dilakukan di Jepang, Hawaii, dan Iceland.
Gunung Kerinci
“Pendekatan ini memang belum tentu berlaku bagi kebanyakan gunung berapi di seluruh dunia,” ujar Dixon. Namum berdasar contoh-contoh penelitian yang ada sebelumnya para ahli vulkanologi dapat mempermasalahkan pentingnya penempatan peralatan monitor guna ditempatkan di gunung berapi yang sementara ini mengabaikan pemasangan kelengkapan serupa itu